SosokBudak Angon Dalam Ramalan Uga Wangsit siliwangi Sudah Ditemukan Saturday, March 24, 2018. ahmadsiliwangi.blogspot.co.id. Uga wangsit siliwangi. Ramalan sri baduga maharaja / prabu siliwangi (1482-1521m) tentang kondisi Indonesia di masa depan. PrabuSiliwangi berpesan: Suatu saat nanti akan datang "Budak Angon" (budak= anak; angon=gembala). Yang ia gembalakan ranting dan daun kering (analogi pena dan kertas). Ia terus lakukan kegemarannya Semogaini dapat menjadi kesadaran atau memicu kebangkitan masyarakat dunia, kebangkitan kaum beriman secara global, untuk menjemput Zaman Baru di bawah kepemimpinan "Dwi Tunggal" Imam Mahdi AS dan Yesus Christus (Budak Angon dan Budak Jangotan, saur Uga Wangsit Siliwangi, atau Satrio Pininngit menurut Prabu Joyoboyo) di Akhir Zaman ini. Kemudian menurut Prabu Siliwangi dalam wangsitnya, mengatakan bahwa penguasa tersebut akan menjadi tumbal, tapi nanti saat munculnya budak angon. Ketekunan dan kesabaran budak angon dalam memperjuangkan kebenaran pada akhirnya nanti akan berbuah manis dan mampu menepis segala keraguan akan kebenaran amanat Prabu Siliwangi. Bahkanjauh hari yang lampau sudah dinyatakan oleh prabu siliwangi untuk mencari budak Angon yang rumahnya di belakang sungai. 5.Ungkapan-ungkapan Prabu Jayabaya dalam serat Musarar misalnya dalam bait 27 tentang seseorang yang akan merajai seluruh dunia. berbunyi : Vay Tiền Nhanh Ggads. Reading Time 4 minutesPrabu Siliwangi berpesan Suatu saat nanti akan datang “Budak Angon” budak= anak; angon= gembala. Yang ia gembalakan ranting dan daun kering analogi pena dan kertas. Ia terus lakukan kegemarannya menjelajah dan mengumpul apa yang ia temui, yakni sejarah umat manusia dari zaman ke zaman. Menariknya, wangsit Prabu Siliwangi ini tampaknya sejalan dengan skenario Allah di akhir zaman, yaitu membuka secara terang benderang perjalanan sejarah umat manusia dari awal hingga paling akhir, layaknya sebuah film menjelang akhir yang membuka plot cerita sejelas-jelasnya. Hal ini telah saya bahas khusus dalam tulisan ini Apokalips, Penyingkapan Hal-hal yang Selama Ini Tersembunyi dari Umat Manusia Ada kemungkinan, Budak Angon yang disebut Prabu Siliwangi adalah “hamba Allah” yang berperan sebagai pengungkap secara terang benderang riwayat sejarah umat manusia. Hal menarik lainnya, Ratu Adil yang ada disebutkan dalam wangsit Prabu Jayabaya, ternyata disebutkan pula oleh prabu Siliwangi, bahkan, tampaknya banyak kalangan menganggap bahwa sosok Budak Angon adalah sama dengan Ratu Adil. Saya pribadi cenderung sepakat dengan pendapat tersebut. Terutama karena nama “Budak Angon” ataupun “Ratu Adil” lebih merupakan sebutan peran. Jadi, ada saat di mana sosok misterius itu menjalani perannya sebagai “anak gembala” yang bekerja mengungkap sejarah umat manusia. Di saat lain, ia menjalani peran berikutnya, yakni sebagai “Ratu Adil” yang memimpin dan menerapkan hukum yang adil. Bukan saja bagi umat manusia, tapi bagi kesejahteraan seluruh makhluk. Sebutan Satria Piningit, yang dapat dimaknai “satria yang ditahan kemunculannya hingga tiba pada waktu yang ditentukan.” Pemahaman nama satria piningit ini kelihatan berkorelasi pula dengan sosok maitreya dalam tradisi Buddhist. Seperti halnya satria piningit, sosok maitreya dalam tradisi Buddhist juga biasanya digambarkan dalam visual bentuk patung dengan pose duduk mengongkang kaki, menyiratkan tengah menunggu waktu untuk kemunculannya. Patung Maitreya Jika kita bergeser ke sosok eskatologi dalam tradisi Islam, di sana ada nama al Mahdi, nama ini pun pada dasarnya sebutan gelar. Mahdi artinya “orang yang mendapat petunjuk”. Satria Piningit, Budak Angon, Ratu Adil, Maitreya, hingga Al Mahdi, pada umumnya dipercaya dalam masing-masing tradisi, sebagai seorang sosok anak muda. Ini bisa menguatkan asumsi jika kesemua nama itu merujuk pada satu orang yang sama. Mengenai siapa sesungguhnya sosok anak muda misterius ini, adalah hal yang tidak akan diungkap, sebelum tiba pada waktu yang ditentukan. Orang yang tahu esensi, seperti Prabu Siliwangi ataupun Prabu Jayabaya, tidak akan mengungkap walaupun sangat mungkin bahwa mereka tahu. Pages 1 2 3 Uploaded byApihna Ad Id An 0% found this document useful 0 votes547 views6 pagesDescriptionSEJARAHCopyright© © All Rights ReservedAvailable FormatsDOCX, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?Is this content inappropriate?Report this Document0% found this document useful 0 votes547 views6 pagesUga Wangsit SiliwangiUploaded byApihna Ad Id An DescriptionSEJARAHFull descriptionJump to Page You are on page 1of 6Search inside document You're Reading a Free Preview Pages 4 to 5 are not shown in this preview. Buy the Full Version Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime. BUDAK ANGON MENURUT NASKAH UGA WANGSIT SILIWANGI Wangsit Siliwangi “Suatu saat nanti, apabila tengah malam terdengar suara pembawa panji, nah itu adalah tandanya.” Sosok “Satrio Piningit” memang masih misterius. Banyak sudah yang mencoba untuk menemukannya dengan caranya sendiri-sendiri. Alhasil, ada yang yakin telah menemukannya, bahkan juga ada yang mengaku dirinyalah si Satrio Piningit tersebut. Apabila diteliti maka sosok yang telah ditemukan itu masih bisa diragukan apakah memang dia si calon Ratu Adil? Budak Angon atau “Penggembala” sesungguhnya merupakan konsepsi tentang kehidupan dan kemanusiaan. Dalam konteks diri manusia, Budak Angon merupakan konsep tentang penemuan jati diri dan pengendalian diri untuk apa sesungguhnya kita dicipta. Selain jasad kita yang sesungguhnya hanyalah “tunggangan” yang harus ditundukkan, dikendalikan, dan diarahkan melalui proses “penggembalaan”, dalam diri kita juga terdapat kumpulan “sasatoan” yang tidak untuk dimatikan melainkan untuk digembalakan sehingga menjadi potensi dan energi positif bagi penemuan misi hidup kita. Dalam konteks kehidupan sesama, Budak Angon menjelaskan suatu upaya dan proses “penertiban”, pembangunan kesadaran, serta pengarahan hubungan antarsesama yang dilandasi cinta dan kasih sayang. Suatu tatanan kehidupan yang lebih berkeadilan. Dalam konteks sosok, pribadi-pribadi yang bekerja keras dalam upaya dan proses yang demikianlah disebut Budak Angon. Keragu-raguan yang muncul mendorong untuk menelaah dan mempelajari kembali apa yang telah diungkapkan dalam naskah-naskah leluhur mengenai sosok Satrio Piningit sejati. Salah satu naskah yang biasa kita gunakan sebagai rujukan yaitu Uga Wangsit Siliwangi. Siliwangi dalam Ugo Wangsitnya menyebut si calon Ratu Adil dengan sebutan Bocah Angon atau Pemuda Penggembala. Beberapa hal yang disebutkan dalam Ugo Wangsit Siliwangi mengenai Bocah Angon yaitu 1. Suara minta tolong. Dalam Ugo Wangsit Siliwangi disebutkan “Suatu saat nanti, apabila tengah malam, dari gunung Halimun terdengar suara para pembawa panji, nah itu adalah tandanya. Semua keturunan kalian dipanggil oleh yang mau menikah di Lebak CawĂ©nĂ©.” Kata “suara minta tolong” sepertinya sama dengan ungkapan Joyoboyo dalam bait 169 yaitu “senang menggoda dan minta secara nista, ketahuilah bahwa itu hanya ujian, jangan dihina, ada keuntungan bagi yang dimintai artinya dilindungi anda sekeluarga“. Bocah Angon di awal kemunculannya akan beraksi melakukan hal-hal sebagai pertanda kedatangannya. Salah satunya adalah meminta tolong kepada orang di sekitar daerah Gunung Halimun. Tidak jelas mengapa dia minta tolong kepada orang lain, apakah dia dalam kesulitan ataukah keperluan lainnya. Yang pasti bila telah terjadi hal demikian berarti itu pertanda akan kemunculannya. Sementara dikaitkan dengan Ramalan Joyoboyo paba bait 169 disebutkan bila Bocah Angon tersebut “suka minta secara nista sebagai ujian”. Kalimat tersebut mengindikasikan bahwa minta tolong itu hanya sebatas ujian bagi yang dimintai pertolongan. Ujian apakah itu? belum diketahui ujian apa yang suka dilakukan Bocah Angon pada orang. Sebaiknya kita tunggu saja kejadiannya. 2. Mencari sambil melawan, melawan sambil tertawa. Dalam Ugo Wangsit Siliwangi disebutkan “Suatu saat nanti akan banyak hal yang ditemui, sebagian-sebagian. Sebab terlanjur dilarang oleh Pemimpin Pengganti! Ada yang berani menelusuri terus menerus, tidak mengindahkan larangan, mencari sambil melawan, melawan sambil tertawa. Dialah Anak Gembala.” Kata terlanjur dilarang ini apa maksudnya? Apakah dilarang dalam mengungkap fakta-fakta, ato dilarang meluruskan sejarah? sepertinya masih butuh penafsiran lagi. Yang pasti Bocah Angon sepertinya tidak peduli dengan larangan pemimpin. Bahkan bukan hanya tidak peduli dengan larangan tersebut, tetapi lebih dari itu Bocah Angon melawan larangan si pemimpin itu sambil tertawa. Tidak bisa dibayangkan bagaimana perasaan si pemimpin bila dilawan sambil tertawa. Bisa-bisa Bocah Angon dalam situasi bahaya nih karena kerjanya selalu melawan sang pemimpin pengganti. Kata banyak yang ditemui sebagian-sebagian karena terlanjur dilarang pemimpin baru, menunjukkan bahwa yang akan ditemukan masyarakat memang hanya sebagian saja. Oleh karena sebagian saja maka yang ditemukan tersebut belumlah lengkap dan tentunya belum sempurna hasilnya. Tetapi tidak bagi Bocah Angon, dia terus saja mencari sambil melawan. Bisa jadi temuan si Bocah Angon ini kelak merupakan temuan yang paling lengkap dan mendekati kebenaran. 3. Dia gembalakan ranting daun kering dan sisa potongan pohon. Dalam Ugo Wangsit Siliwangi disebutkan “Apa yang dia gembalakan? Bukan kerbau bukan domba, bukan pula harimau ataupun banteng. Tetapi ranting daun kering dan sisa potongan pohon. Dia terus mencari, mengumpulkan semua yang dia temui. Tapi akan menemui banyak sejarah/kejadian, selesai jaman yang satu datang lagi satu jaman yang jadi sejarah/kejadian baru, setiap jaman membuat sejarah. setiap waktu akan berulang itu dan itu lagi.” Bocah Angon memiliki kebiasaan mengumpulkan daun dan ranting. Kata daun dan ranting yang disebutkan Uga Wangsit Siliwangi dalam bahasa asli Sundanya yaitu “Kalakay jeung Tutunggul“. Kalakay merupakan daun lontar yang biasa digunakan oleh orang kita pada jaman dulu kala sebagai lembaran daun untuk menulis. Sementara Tutunggul merupakan ranting pohon yang biasa digunakan orang kita pada jaman dulu kala sebagai pena untuk menulis. Sehingga Kalakay dan Tutunggul bisa diartikan sebagai kertas dan pena. Si Bocah Angon ini memiliki kegemaran suka menggembalakan kertas dan pena. Dia terus mengumpulkan dan mengumpulkan kedua barang tersebut sebagai gembalaannya. Tidak jelas kenapa dia suka menggembalakan kertas dan pena. Kata mengumpulkan itu berarti kertas dan pena tersebut tidak hanya 1 buah, tetapi jumlahnya banyak dan itu menjadi barang kegemarannya. Selanjutnya disebutkan “Dia terus mencari, mengumpulkan semua yang dia temui. Tapi akan menemui banyak sejarah/kejadian“. Kalimat tersebut bisa berarti bahwa Bocah Angon menggembalakan kertas dan pena untuk menemukan sejarah dan kejadian. Ntah sejarah dan kejadian apa yang dia kumpulkan, tetapi bisa dimengerti bahwa di Nusantara banyak sekali sejarah yang dirubah, mungkin hal tersebut bisa juga terkait dengan pelurusan sejarah kita. Dia akan terus mengumpulkan sejarah dan kejadian-kejadian penting tentunya untuk menyelesaikan masalah di Nusantara. Wajar saja bila sejarah ditelusuri karena memang untuk menyelesaikan suatu masalah tidak bisa tidak harus mengetahui awal sejarahnya bagaimana bisa terjadi. Dengan kegemarannya menelusuri sejarah dan kejadian yang dituangkan dalam kertas dan pena tersebut kelak masalah di Nusantara akan bisa dibereskan dengan mudah. Semoga. 4. Rumahnya di ujung sungai yang pintunya setinggi batu. Dalam Ugo Wangsit Siliwangi disebutkan “lalu mereka mencari anak gembala, yang rumahnya di ujung sungai yang pintunya setinggi batu”. Kata di ujung sungai menunjukkan bahwa rumah Bocah Angon letaknya berada dekat dengan hulu sungai. Siliwangi tidak memberikan gambaran berapa jarak antara rumah dengan sungai tersebut. Bisa jadi hanya beberapa meter dari sungai, tetapi bisa jadi puluhan meter dari sungai. Siliwangi juga tidak menyebutkan nama dari sungai tersebut sehingga rada menyulitkan untuk menentukan letak sungainya. Di Jawa terdapat banyak sekali sungai membentang dari utara hingga selatan. Dan rata-rata di pinggir sungai terdapat banyak rumah penduduk dan ini tentunya sangat menyulitkan untuk menentukan letak sungainya yang sesuai kata Siliwangi. Namun yang pasti Bocah Angon rumahnya dekat sungai sehingga bila ada yang mengaku dirinya Bocah Angon tetapi rumahnya jauh dari sungai berarti itu tidak sesuai dengan Ugo Wangsit Siliwangi. Kemudian untuk kata pintunya setinggi batu masih perlu dipertanyakan, apakah atap rumahnya terbuat dari batu? dan juga apakah pintu rumahnya juga terbuat dari batu? kok seperti rumah nenek moyang kita dulu. Bisa jadi demikian tetapi mungkin juga tidak demikian. Kalimat tersebut bisa dipahami bahwa rumah Bocah Angon tidak hanya 1 lantai, namun bertingkat rumahnya. Hal ini diperkuat dengan ungkapan Joyoboyo dalam bait 161 yaitu “berumah seperti Raden Gatotkaca, berupa rumah merpati susun tiga“. Dari ungkapan Joyoboyo menunjukkan ada 3 lantai rumah dari Bocah Angon. Tentunya bukan rumah biasa, bisa jadi rumah tingkat ekonomi menengah atau memang Bocah Angon dari keluarga kaya? belum bisa dipastikan. Oleh karena untuk membuat suatu rumah yang bertingkat dengan bahan semen untuk lantai 2nya, maka dari bahan semen yang padat otomatis akan membentuk batu yang keras. Sehingga bisa dipahami bila pintu lantai pertama akan setinggi batu setinggi cor semen lantai 2. Memang kebanyakan rumah orang yang bertingkat pintunya pasti akan setinggi lantai 2, tepat di bawah cor semen yang telah menjadi batu tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa rumah Bocah Angon memang bertingkat yang pintunya setinggi lantai tingkat 2-nya. 5. Tertutupi pohon handeuleum dan hanjuang. Dalam Ugo Wangsit Siliwangi disebutkan “rumahnya di ujung sungai yang pintunya setinggi batu, yang rimbun oleh pohon handeuleum dan hanjuang”. Kata rimbun oleh pohon Handeuleum dan Hanjuang berarti di depan rumah Bocah Angon terdapat 2 pohon yang sangat subur dan menjadi ciri khas rumahnya. Dalam hal ini hanya disebutkan 2 buah pohon saja, artinya memang hanya ada 2 buah pohon di depan rumahnya sebagai pembeda dari rumah lainnya. Apabila ditelusuri kedua jenis pohon tersebut dalam istilah bahasa Indonesianya memang belum diketahui apa namanya. Kedua kata tersebut sepertinya bahasa kuno dari daerah Sunda tempat Siliwangi berada. Hingga kini belum ada pihak yang merasa mengetahui kedua jenis pohon tersebut. Bahkan orang-orang asli Sundapun juga mengaku tidak mengetahui kedua jenis pohon itu. Kita tunggu saja kelak akan kita ketahui juga. Sementara itu beberapa kalangan justru menafsirkan kata Handeuleum dan Hanjuang sebagai simbol saja. Benarkah kedua pohon itu sebenarnya bukan pohon hidup di atas tanah, tetapi sekedar simbol saja? Coba anda lihat kembali Siliwangi menyebut Pemuda Penggembala dengan “Apa yang dia gembalakan? Bukan kerbau bukan domba, bukan pula harimau ataupun banteng. Tetapi ranting daun kering dan sisa potongan pohon.” Kata pemuda penggembala itu cuma simbol dari Siliwangi. Kemudian simbol tersebut dijelaskan bila yang digembalakan bukan binatang, tetapi daun dan ranting. Sementara kata Handeuleum dan Hanjuang tidak ada kalimat penjelasan selanjutnya. Sehingga kedua kata tersebut dapat dipastikan memang dua buah pohon yang tumbuh di atas tanah. Apabila simbol tentunya Siliwangi akan menjelaskan maksudnya. 6. Pergi bersama pemuda berjanggut Dalam Ugo Wangsit Siliwangi disebutkan “Semua mencari tumbal, tapi pemuda gembala sudah tidak ada, sudah pergi bersama pemuda berjanggut, pergi membuka lahan baru di Lebak CawĂ©nĂ©!” Siapakah pemuda berjanggut itu? Penyebutan pemuda berjanggut ini masih perlu dipertanyakan. Apakah pemuda tersebut merupakan kerabat atau keluarga atau teman ataukah pengasuh si Bocah Angon? Belum jelas diketahui karena memang dalam Ugo Wangsit Siliwangi tidak menyinggung mengenai hal tersebut. Dalam naskah-naskah lain memberitahukan bahwa Ratu Adil memiliki pengasuh yaitu Sabdo Palon. Mungkinkah pemuda berjanggut tersebut adalah Sabdo Palon? Sepertinya tidak karena Sabdo Palon merupakan sosok Jin, sementara penyebutan kata pemuda menunjukkan dia adalah manusia. Jadi pemuda berjanggut bukanlah Sabdo Palon. Misteri ini masih sulit untuk diungkap yang sebenarnya. Pada saat Bocah Angon masih menjadi sosok yang misteri, pada saat yang sama pula ada sosok lain yaitu pemuda berjanggut yang jati dirinya juga masih misteri. Namun yang pasti pemuda tersebut memiliki janggut dan kelak akan kita ketahui setelah tiba waktu kemunculan Bocah Angon. 7. Pergi membuka lahan baru di Lebak CawĂ©nĂ©! Dalam Ugo Wangsit Siliwangi disebutkan “Semua mencari tumbal, tapi pemuda gembala sudah tidak ada, sudah pergi bersama pemuda berjanggut, pergi membuka lahan baru di Lebak CawĂ©nĂ©!” Bocah Angon sepertinya tidak akan ditemukan sebelum kemunculannya. Ketika orang-orang sudah menemukan rumahnya yang di ujung sungai, dia telah pergi bersama pemuda berjanggut ke Lebak CawĂ©nĂ©. Siliwangi tidak menyebutkan kemudian orang-orang akan berhasil menemukan Bocah Angon di Lebak CawĂ©nĂ© setelah gagal menemukan di rumahnya. Tidak ada kalimat tersebut dalam Ugo Wangsit Siliwangi. Karena tidak ada kata itu maka bisa disimpulkan bahwa jarak antara rumah dengan Lebak CawĂ©nĂ© tidak dekat bahkan mungkin sangat jauh. Siliwangi juga tidak menyebutkan setelah pergi ke Lebak CawĂ©nĂ© si Bocah Angon kemudian kembali lagi ke rumahnya. Karena tidak ada kalimat yang menyebutkan hal tersebut berarti Lebak CawĂ©nĂ© merupakan tempat baru yang ditinggali Bocah Angon setelah rumahnya yang di ujung sungai di tinggal pergi. Apabila Bocah Angon kembali lagi ke rumahnya yang di ujung sungai, maka tentunya Siliwangi akan menyebutnya berhasil ditemukan di rumahnya. Sudah pasti bila orang telah menemukan rumahnya maka akan ditunggui kapan kembalinya. Tetapi ternyata tidak ada kalimat tersebut dalam Ugo Wangsit Siliwangi. Sampai saat ini belum diketahui dimana letak Lebak CawĂ©nĂ© berada. Dalam peta Jawa maupun peta Indonesia, tidak ada daerah yang diberi nama Lebak CawĂ©nĂ©. Oleh karena namanya yang masih asing inilah maka banyak kalangan menafsirkan menurut keyakinannya masing-masing. Ada yang menafsirkan Lebak CawĂ©nĂ© berada di lereng sebuah gunung. Ada juga yang mengatakan berada di petilasan Joyoboyo. Yang lain mengatakan berada di tempat yang ada guanya dan sebagainya membuat semakin tidak jelas saja letak Lebak CawĂ©nĂ© dimana. Tetapi apabila anda meyakini sebuah tempat merupakan Lebak CawĂ©nĂ©, maka bisa dipastikan anda akan memaksakan kehendak untuk menentukan 1 orang di daerah tersebut sebagai calon Ratu Adil. Wah jadi kasian pada orangnya kena sasaran. Ketahuilah bahwa Siliwangi tidak menyebutkan Bocah Angon akan berhasil ditemukan di Lebak CawĂ©nĂ©. Di sisi lain Siliwangi juga tidak memberikan ciri-ciri Lebak CawĂ©nĂ© yang dia katakan sehingga mustahil Lebak CawĂ©nĂ© bisa diketahui sebelum Ratu Adil muncul, kecuali anda lebih sakti dari Siliwangi. Kemampuan sama dengan Siliwangi aja tidak mungkin apalagi lebih tinggi dari Siliwangi, jelas tidak mungkin lagi. 8. Gagak berkoar di dahan mati. Dalam Ugo Wangsit Siliwangi disebutkan “Semua mencari tumbal, tapi pemuda gembala sudah tidak ada, sudah pergi bersama pemuda berjanggut, pergi membuka lahan baru di Lebak CawĂ©nĂ©! Yang ditemui hanya gagak yang berkoar di dahan mati”. Kata Gagak berkoar mungkinkah memang burung Gagak yang suka berkicau, ataukah itu merupakan simbol saja. Banyak kemungkinan mengenai Gagak berkoar tersebut. Namun dalam naskah-naskah lain seperti yang diungkap Ronggowarsito dan Joyoboyo bahwa Bocah Angon sebelum menjadi Ratu Adil hidupnya menderita, dia sering dihina oleh orang. Apabila dikaitkan dengan hal tersebut maka Gagak berkoar itu bisa juga diartikan sebagai orang-orang yang suka menghina si Bocah Angon. Oleh karena hidupnya yang selalu saja dihina orang, maka akhirnya Bocah Angonpun pergi meninggalkan rumahnya. Kemudian dia bersama pemuda berjanggut menuju ke Lebak CawĂ©nĂ© untuk membuka lahan baru disana. Semua mencari tumbal bisa saja diartikan sebagai mencari berita dan ketika yang dicari si Bocah Angon sudah tidak ada, maka tidak bisa tidak mencari berita dari para Gagak yang berkoar tersebut. 9. Ratu Adil sejati. Dalam Ugo Wangsit Siliwangi disebutkan “Baik lagi semuanya. Negara bersatu kembali. Nusa jaya lagi, sebab berdiri ratu adil, ratu adil yang sejati. Tapi ratu siapa? darimana asalnya sang ratu? Nanti juga kalian akan tahu. Sekarang, cari oleh kalian pemuda gembala.” Kita disuruh Siliwangi untuk mencari Bocah Angon, karena dialah yang kelak akan menjadi Ratu Adil sejati. Sepertinya SIliwangi bermaksud memberikan pesan untuk berhati-hati dalam mencari Bocah Angon. Hal ini dikarenakan banyak sekali Bocah Angon palsu akan bermunculan di Jawa ini. Kemunculan Bocah Angon palsu bisa jadi karena dukungan orang lain akan dirinya sehingga dipaksa cocok menjadi Ratu Adil, tetapi juga bisa jadi karena terburu-buru meyakini dirinyalah si Bocah Angon. Lihatlah saat ini telah banyak terdengar dimana-mana dari Jawa bagian barat hingga Jawa bagian timur, orang-orang yang muncul diyakini sebagai Ratu Adil. Bahkan juga bermunculan dimana-mana orang yang mengakui dirinyalah Ratu Adil tersebut. Apabila dimintai bukti maka orang-orang tersebut akan mencocok-cocokkan diri dengan naskah-naskah yang ada untuk meyakinkan orang. Padahal kenyataan tidak semuanya cocok. Untuk itulah Siliwangi berpesan agar kita mencari Ratu Adil sejati, karena Ratu Adil sejati hanya satu sementara Ratu Adil palsu banyak sekali. Walaupun banyak Ratu Adil palsu, hal itu tidak akan mengubah kepastian munculnya yang asli. Apabila yang asli telah muncul maka semua akan terbukti mana yang asli dan mana yang palsu sesuai kata Siliwangi “Tapi ratu siapa? darimana asalnya sang ratu? Nanti juga kalian akan tahu. Sekarang, cari oleh kalian pemuda gembala.” Demikianlah beberapa hal mengenai Bocah Angon sesuai yang disebutkan dalam naskah Ugo Wangsit Siliwangi. Siliwangi sengaja tidak begitu jelas menggambarkan si Bocah Angon dalam naskahnya sehingga sangat menyulitkan kita untuk menemukannya. Kesengajaan ini dimengerti karena memang akan banyak pihak-pihak yang tentunya menghalangi kemunculan Ratu Adil dengan berbagai alasannya. Pada saat Siliwangi tidak memberikan gambaran yang jelas mengenai Bocah Angon. Di waktu yang sama pula kita disuruh untuk mencari si Bocah Angon tersebut, memangnya kita ini terlahir sebagai detektif semua. Namun yang pasti kelak akan diketahui juga mana Ratu Adil palsu dan mana Ratu Adil yang sejati tentunya setelah tiba waktu kemunculannya. Untuk itu baik ditunggu, dicari maupun tidak sama sekali sepertinya hasilnya tetap sama. Waktunya akan segera tiba. oleh Taufik Suhendar Uga Wangsit Siliwangi "Suatu saat nanti, apabila tengah malam terdengar suara pembawa panji, nah itu adalah tandanya."Sosok "Satria Piningit" memang masih misterius. Banyak sudah yang mencoba untuk menemukannya dengan caranya sendiri-sendiri. Alhasil, ada yang yakin telah menemukannya, bahkan juga ada yang mengaku dirinyalah si Satria Piningit tersebut. Apabila diteliti maka sosok yang telah ditemukan itu masih bisa diragukan apakah memang dia si calon Ratu Adil? Budak Angon atau "Penggembala" sesungguhnya merupakan konsepsi tentang kehidupan dan kemanusiaan. Dalam konteks diri manusia, Budak Angon merupakan konsep tentang penemuan jati diri dan pengendalian diri untuk apa sesungguhnya kita dicipta. Selain jasad kita yang sesungguhnya hanyalah "tunggangan" yang harus ditundukkan, dikendalikan, dan diarahkan melalui proses "penggembalaan", dalam diri kita juga terdapat kumpulan "sasatoan" yang tidak untuk dimatikan melainkan untuk digembalakan sehingga menjadi potensi dan energi positif bagi penemuan misi hidup kita. Dalam konteks kehidupan sesama, Budak Angon menjelaskan suatu upaya dan proses "penertiban", pembangunan kesadaran, serta pengarahan hubungan antarsesama yang dilandasi cinta dan kasih sayang. Suatu tatanan kehidupan yang lebih berkeadilan. Dalam konteks sosok, pribadi-pribadi yang bekerja keras dalam upaya dan proses yang demikianlah disebut Budak Angon. Keragu-raguan yang muncul mendorong untuk menelaah dan mempelajari kembali apa yang telah diungkapkan dalam naskah-naskah leluhur mengenai sosok Satria Piningit sejati. Salah satu naskah yang biasa kita gunakan sebagai rujukan yaitu Uga Wangsit Siliwangi. Prabu Siliwangi dalam Uga Wangsitnya menyebut si calon Ratu Adil dengan sebutan Bocah Angon atau Pemuda Penggembala. Beberapa hal yang disebutkan dalam Uga Wangsit Siliwangi mengenai Bocah Angon yaitu 1. Suara minta tolong. Dalam Uga Wangsit Siliwangi disebutkan “Suatu saat nanti, apabila tengah malam, dari gunung Halimun terdengar suara para pembawa panji, nah itu adalah tandanya. Semua keturunan kalian dipanggil oleh yang mau menikah di Lebak CawĂ©nĂ©.” Kata “suara minta tolong” sepertinya sama dengan ungkapan Joyoboyo dalam bait 169 yaitu “senang menggoda dan minta secara nista, ketahuilah bahwa itu hanya ujian, jangan dihina, ada keuntungan bagi yang dimintai artinya dilindungi anda sekeluarga“. Bocah Angon di awal kemunculannya akan beraksi melakukan hal-hal sebagai pertanda kedatangannya. Salah satunya adalah meminta tolong kepada orang di sekitar daerah Gunung Halimun. Tidak jelas mengapa dia minta tolong kepada orang lain, apakah dia dalam kesulitan ataukah keperluan lainnya. Yang pasti bila telah terjadi hal demikian berarti itu pertanda akan dikaitkan dengan Ramalan Joyoboyo paba bait 169 disebutkan bila Bocah Angon tersebut “suka minta secara nista sebagai ujian”. Kalimat tersebut mengindikasikan bahwa minta tolong itu hanya sebatas ujian bagi yang dimintai pertolongan. Ujian apakah itu? belum diketahui ujian apa yang suka dilakukan Bocah Angon pada orang. Sebaiknya kita tunggu saja kejadiannya. 2. Mencari sambil melawan, melawan sambil tertawa. Dalam Uga Wangsit Siliwangi disebutkan “Suatu saat nanti akan banyak hal yang ditemui, sebagian-sebagian. Sebab terlanjur dilarang oleh Pemimpin Pengganti! Ada yang berani menelusuri terus menerus, tidak mengindahkan larangan, mencari sambil melawan, melawan sambil tertawa. Dialah Anak Gembala.” Kata terlanjur dilarang ini apa maksudnya? Apakah dilarang dalam mengungkap fakta-fakta, atau dilarang meluruskan sejarah? sepertinya masih butuh penafsiran lagi. Yang pasti Bocah Angon sepertinya tidak peduli dengan larangan pemimpin. Bahkan bukan hanya tidak peduli dengan larangan tersebut, tetapi lebih dari itu Bocah Angon melawan larangan si pemimpin itu sambil tertawa. Tidak bisa dibayangkan bagaimana perasaan si pemimpin bila dilawan sambil tertawa. Bisa-bisa Bocah Angon dalam situasi bahaya nih karena kerjanya selalu melawan sang pemimpin pengganti. Kata banyak yang ditemui sebagian-sebagian karena terlanjur dilarang pemimpin baru, menunjukkan bahwa yang akan ditemukan masyarakat memang hanya sebagian saja. Oleh karena sebagian saja maka yang ditemukan tersebut belumlah lengkap dan tentunya belum sempurna hasilnya. Tetapi tidak bagi Bocah Angon, dia terus saja mencari sambil melawan. Bisa jadi temuan si Bocah Angon ini kelak merupakan temuan yang paling lengkap dan mendekati kebenaran. 3. Dia gembalakan ranting daun kering dan sisa potongan pohon. Dalam Uga Wangsit Siliwangi disebutkan “Apa yang dia gembalakan? Bukan kerbau bukan domba, bukan pula harimau ataupun banteng. Tetapi ranting daun kering dan sisa potongan pohon. Dia terus mencari, mengumpulkan semua yang dia temui. Tapi akan menemui banyak sejarah/kejadian, selesai jaman yang satu datang lagi satu jaman yang jadi sejarah/kejadian baru, setiap jaman membuat sejarah. setiap waktu akan berulang itu dan itu lagi.” Bocah Angon memiliki kebiasaan mengumpulkan daun dan ranting. Kata daun dan ranting yang disebutkan Uga Wangsit Siliwangi dalam bahasa asli Sundanya yaitu “Kalakay jeung Tutunggul“. Kalakay merupakan daun lontar yang biasa digunakan oleh orang kita pada jaman dulu kala sebagai lembaran daun untuk menulis. Sementara Tutunggul merupakan ranting pohon yang biasa digunakan orang kita pada jaman dulu kala sebagai pena untuk menulis. Sehingga Kalakay dan Tutunggul bisa diartikan sebagai kertas dan pena. Si Bocah Angon ini memiliki kegemaran suka menggembalakan kertas dan pena. Dia terus mengumpulkan dan mengumpulkan kedua barang tersebut sebagai gembalaannya. Tidak jelas kenapa dia suka menggembalakan kertas dan pena. Kata mengumpulkan itu berarti kertas dan pena tersebut tidak hanya 1 buah, tetapi jumlahnya banyak dan itu menjadi barang kegemarannya. Selanjutnya disebutkan “Dia terus mencari, mengumpulkan semua yang dia temui. Tapi akan menemui banyak sejarah/kejadian“. Kalimat tersebut bisa berarti bahwa Bocah Angon menggembalakan kertas dan pena untuk menemukan sejarah dan kejadian. Entah sejarah dan kejadian apa yang dia kumpulkan, tetapi bisa dimengerti bahwa di Nusantara banyak sekali sejarah yang dirubah, mungkin hal tersebut bisa juga terkait dengan pelurusan sejarah kita. Dia akan terus mengumpulkan sejarah dan kejadian-kejadian penting tentunya untuk menyelesaikan masalah di Nusantara. Wajar saja bila sejarah ditelusuri karena memang untuk menyelesaikan suatu masalah tidak bisa tidak harus mengetahui awal sejarahnya bagaimana bisa terjadi. Dengan kegemarannya menelusuri sejarah dan kejadian yang dituangkan dalam kertas dan pena tersebut kelak masalah di Nusantara akan bisa dibereskan dengan mudah. Semoga. 4. Rumahnya di ujung sungai yang pintunya setinggi batu. Dalam Uga Wangsit Siliwangi disebutkan “lalu mereka mencari anak gembala, yang rumahnya di ujung sungai yang pintunya setinggi batu”. Kata di ujung sungai menunjukkan bahwa rumah Bocah Angon letaknya berada dekat dengan hulu sungai. Siliwangi tidak memberikan gambaran berapa jarak antara rumah dengan sungai tersebut. Bisa jadi hanya beberapa meter dari sungai, tetapi bisa jadi puluhan meter dari sungai. Prabu Siliwangi juga tidak menyebutkan nama dari sungai tersebut sehingga rada menyulitkan untuk menentukan letak sungainya. Di Jawa terdapat banyak sekali sungai membentang dari utara hingga selatan. Dan rata-rata di pinggir sungai terdapat banyak rumah penduduk dan ini tentunya sangat menyulitkan untuk menentukan letak sungainya yang sesuai kata Prabu Siliwangi. Namun yang pasti Bocah Angon rumahnya dekat sungai sehingga bila ada yang mengaku dirinya Bocah Angon tetapi rumahnya jauh dari sungai berarti itu tidak sesuai dengan Uga Wangsit Siliwangi. Kemudian untuk kata pintunya setinggi batu masih perlu dipertanyakan, apakah atap rumahnya terbuat dari batu? dan juga apakah pintu rumahnya juga terbuat dari batu? kok seperti rumah nenek moyang kita dulu. Bisa jadi demikian tetapi mungkin juga tidak demikian. Kalimat tersebut bisa dipahami bahwa rumah Bocah Angon tidak hanya 1 lantai, namun bertingkat rumahnya. Hal ini diperkuat dengan ungkapan Joyoboyo dalam bait 161 yaitu “berumah seperti Raden Gatotkaca, berupa rumah merpati susun tiga“. Dari ungkapan Joyoboyo menunjukkan ada 3 lantai rumah dari Bocah Angon. Tentunya bukan rumah biasa, bisa jadi rumah tingkat ekonomi menengah atau memang Bocah Angon dari keluarga kaya? belum bisa dipastikan. Oleh karena untuk membuat suatu rumah yang bertingkat dengan bahan semen untuk lantai 2nya, maka dari bahan semen yang padat otomatis akan membentuk batu yang keras. Sehingga bisa dipahami bila pintu lantai pertama akan setinggi batu setinggi cor semen lantai 2. Memang kebanyakan rumah orang yang bertingkat pintunya pasti akan setinggi lantai 2, tepat di bawah cor semen yang telah menjadi batu tersebut. Jadi dapat disimpulkan bahwa rumah Bocah Angon memang bertingkat yang pintunya setinggi lantai tingkat 2-nya. 5. Tertutupi pohon handeuleum dan hanjuang. Dalam Uga Wangsit Siliwangi disebutkan “rumahnya di ujung sungai yang pintunya setinggi batu, yang rimbun oleh pohon handeuleum dan hanjuang”. Kata rimbun oleh pohon Handeuleum dan Hanjuang berarti di depan rumah Bocah Angon terdapat 2 pohon yang sangat subur dan menjadi ciri khas rumahnya. Dalam hal ini hanya disebutkan 2 buah pohon saja, artinya memang hanya ada 2 buah pohon di depan rumahnya sebagai pembeda dari rumah lainnya. Apabila ditelusuri kedua jenis pohon tersebut dalam istilah bahasa Indonesianya memang belum diketahui apa namanya. Kedua kata tersebut sepertinya bahasa kuno dari daerah Sunda tempat Prabu Siliwangi berada. Hingga kini belum ada pihak yang merasa mengetahui kedua jenis pohon tersebut. Bahkan orang-orang asli Sunda pun juga mengaku tidak mengetahui kedua jenis pohon itu. Kita tunggu saja kelak akan kita ketahui juga. Sementara itu beberapa kalangan justru menafsirkan kata Handeuleum dan Hanjuang sebagai simbol saja. Benarkah kedua pohon itu sebenarnya bukan pohon hidup di atas tanah, tetapi sekedar simbol saja? Coba anda lihat kembali Prabu Siliwangi menyebut Pemuda Penggembala dengan “Apa yang dia gembalakan? Bukan kerbau bukan domba, bukan pula harimau ataupun banteng. Tetapi ranting daun kering dan sisa potongan pohon.” Kata pemuda penggembala itu cuma simbol dari Prabu Siliwangi. Kemudian simbol tersebut dijelaskan bila yang digembalakan bukan binatang, tetapi daun dan ranting. Sementara kata Handeuleum dan Hanjuang tidak ada kalimat penjelasan selanjutnya. Sehingga kedua kata tersebut dapat dipastikan memang dua buah pohon yang tumbuh di atas tanah. Apabila simbol tentunya Prabu Siliwangi akan menjelaskan maksudnya. 6. Pergi bersama pemuda berjanggut. Dalam Uga Wangsit Siliwangi disebutkan “Semua mencari tumbal, tapi pemuda gembala sudah tidak ada, sudah pergi bersama pemuda berjanggut, pergi membuka lahan baru di Lebak CawĂ©nĂ©!” Siapakah pemuda berjanggut itu? Penyebutan pemuda berjanggut ini masih perlu dipertanyakan. Apakah pemuda tersebut merupakan kerabat atau keluarga atau teman ataukah pengasuh si Bocah Angon? Belum jelas diketahui karena memang dalam Uga Wangsit Siliwangi tidak menyinggung mengenai hal tersebut. Dalam naskah-naskah lain memberitahukan bahwa Ratu Adil memiliki pengasuh yaitu Sabdo Palon. Mungkinkah pemuda berjanggut tersebut adalah Sabdo Palon? Sepertinya tidak karena Sabdo Palon merupakan sosok Jin, sementara penyebutan kata pemuda menunjukkan dia adalah manusia. Jadi pemuda berjanggut bukanlah Sabdo Palon. Misteri ini masih sulit untuk diungkap yang sebenarnya. Pada saat Bocah Angon masih menjadi sosok yang misteri, pada saat yang sama pula ada sosok lain yaitu pemuda berjanggut yang jati dirinya juga masih misteri. Namun yang pasti pemuda tersebut memiliki janggut dan kelak akan kita ketahui setelah tiba waktu kemunculan Bocah Angon. 7. Pergi membuka lahan baru di Lebak CawĂ©nĂ©! Dalam Uga Wangsit Siliwangi disebutkan “Semua mencari tumbal, tapi pemuda gembala sudah tidak ada, sudah pergi bersama pemuda berjanggut, pergi membuka lahan baru di Lebak CawĂ©nĂ©!” Bocah Angon sepertinya tidak akan ditemukan sebelum kemunculannya. Ketika orang-orang sudah menemukan rumahnya yang di ujung sungai, dia telah pergi bersama pemuda berjanggut ke Lebak CawĂ©nĂ©. Prabu Siliwangi tidak menyebutkan kemudian orang-orang akan berhasil menemukan Bocah Angon di Lebak CawĂ©nĂ© setelah gagal menemukan di rumahnya. Tidak ada kalimat tersebut dalam Uga Wangsit Siliwangi. Karena tidak ada kata itu maka bisa disimpulkan bahwa jarak antara rumah dengan Lebak CawĂ©nĂ© tidak dekat bahkan mungkin sangat Siliwangi juga tidak menyebutkan setelah pergi ke Lebak CawĂ©nĂ© si Bocah Angon kemudian kembali lagi ke rumahnya. Karena tidak ada kalimat yang menyebutkan hal tersebut berarti Lebak CawĂ©nĂ© merupakan tempat baru yang ditinggali Bocah Angon setelah rumahnya yang di ujung sungai di tinggal pergi. Apabila Bocah Angon kembali lagi ke rumahnya yang di ujung sungai, maka tentunya Prabu Siliwangi akan menyebutnya berhasil ditemukan di rumahnya. Sudah pasti bila orang telah menemukan rumahnya maka akan ditunggui kapan kembalinya. Tetapi ternyata tidak ada kalimat tersebut dalam Uga Wangsit Siliwangi. Sampai saat ini belum diketahui dimana letak Lebak CawĂ©nĂ© berada. Dalam peta Jawa maupun peta Indonesia, tidak ada daerah yang diberi nama Lebak CawĂ©nĂ©. Oleh karena namanya yang masih asing inilah maka banyak kalangan menafsirkan menurut keyakinannya masing-masing. Ada yang menafsirkan Lebak CawĂ©nĂ© berada di lereng sebuah gunung. Ada juga yang mengatakan berada di petilasan Joyoboyo. Yang lain mengatakan berada di tempat yang ada guanya dan sebagainya membuat semakin tidak jelas saja letak Lebak CawĂ©nĂ© dimana. Tetapi apabila anda meyakini sebuah tempat merupakan Lebak CawĂ©nĂ©, maka bisa dipastikan anda akan memaksakan kehendak untuk menentukan 1 orang di daerah tersebut sebagai calon Ratu Adil. Wah jadi kasian pada orangnya kena sasaran. Ketahuilah bahwa Prabu Siliwangi tidak menyebutkan Bocah Angon akan berhasil ditemukan di Lebak CawĂ©nĂ©. Di sisi lain Prabu Siliwangi juga tidak memberikan ciri-ciri Lebak CawĂ©nĂ© yang dia katakan sehingga mustahil Lebak CawĂ©nĂ© bisa diketahui sebelum Ratu Adil muncul, kecuali anda lebih sakti dari Prabu Siliwangi. 8. Gagak berkoar di dahan mati. Dalam Uga Wangsit Siliwangi disebutkan “Semua mencari tumbal, tapi pemuda gembala sudah tidak ada, sudah pergi bersama pemuda berjanggut, pergi membuka lahan baru di Lebak CawĂ©nĂ©! Yang ditemui hanya gagak yang berkoar di dahan mati”. Kata Gagak berkoar mungkinkah memang burung Gagak yang suka berkicau, ataukah itu merupakan simbol kemungkinan mengenai Gagak berkoar tersebut. Namun dalam naskah-naskah lain seperti yang diungkap Ronggowarsito dan Joyoboyo bahwa Bocah Angon sebelum menjadi Ratu Adil hidupnya menderita, dia sering dihina oleh orang. Apabila dikaitkan dengan hal tersebut maka Gagak berkoar itu bisa juga diartikan sebagai orang-orang yang suka menghina si Bocah karena hidupnya yang selalu saja dihina orang, maka akhirnya Bocah Angonpun pergi meninggalkan rumahnya. Kemudian dia bersama pemuda berjanggut menuju ke Lebak CawĂ©nĂ© untuk membuka lahan baru disana. Semua mencari tumbal bisa saja diartikan sebagai mencari berita dan ketika yang dicari si Bocah Angon sudah tidak ada, maka tidak bisa tidak mencari berita dari para Gagak yang berkoar tersebut. 9. Ratu Adil sejati. Dalam Uga Wangsit Siliwangi disebutkan “Baik lagi semuanya. Negara bersatu kembali. Nusa jaya lagi, sebab berdiri ratu adil, ratu adil yang sejati. Tapi ratu siapa? darimana asalnya sang ratu? Nanti juga kalian akan tahu. Sekarang, cari oleh kalian pemuda gembala.” Kita disuruh Siliwangi untuk mencari Bocah Angon, karena dialah yang kelak akan menjadi Ratu Adil Prabu Siliwangi bermaksud memberikan pesan untuk berhati-hati dalam mencari Bocah Angon. Hal ini dikarenakan banyak sekali Bocah Angon palsu akan bermunculan di Jawa ini. Kemunculan Bocah Angon palsu bisa jadi karena dukungan orang lain akan dirinya sehingga dipaksa cocok menjadi Ratu Adil, tetapi juga bisa jadi karena terburu-buru meyakini dirinyalah si Bocah saat ini telah banyak terdengar dimana-mana dari Jawa bagian barat hingga Jawa bagian timur, orang-orang yang muncul diyakini sebagai Ratu Adil. Bahkan juga bermunculan dimana-mana orang yang mengakui dirinyalah Ratu Adil tersebut. Apabila dimintai bukti maka orang-orang tersebut akan mencocok-cocokkan diri dengan naskah-naskah yang ada untuk meyakinkan orang. Padahal kenyataan tidak semuanya itulah Prabu Siliwangi berpesan agar kita mencari Ratu Adil sejati, karena Ratu Adil sejati hanya satu sementara Ratu Adil palsu banyak sekali. Walaupun banyak Ratu Adil palsu, hal itu tidak akan mengubah kepastian munculnya yang asli. Apabila yang asli telah muncul maka semua akan terbukti mana yang asli dan mana yang palsu sesuai kata Siliwangi “Tapi ratu siapa? darimana asalnya sang ratu? Nanti juga kalian akan tahu. Sekarang, cari oleh kalian pemuda gembala.”Demikianlah beberapa hal mengenai Bocah Angon sesuai yang disebutkan dalam naskah Uga Wangsit Siliwangi. Prabu Siliwangi sengaja tidak begitu jelas menggambarkan si Bocah Angon dalam naskahnya sehingga sangat menyulitkan kita untuk menemukannya. Kesengajaan ini dimengerti karena memang akan banyak pihak-pihak yang tentunya menghalangi kemunculan Ratu Adil dengan berbagai alasannya. Pada saat Prabu Siliwangi tidak memberikan gambaran yang jelas mengenai Bocah Angon. Di waktu yang sama pula kita disuruh untuk mencari si Bocah Angon tersebut, memangnya kita ini terlahir sebagai detektif semua. Namun yang pasti kelak akan diketahui juga mana Ratu Adil palsu dan mana Ratu Adil yang sejati tentunya setelah tiba waktu kemunculannya. Untuk itu baik ditunggu, dicari maupun tidak sama sekali sepertinya hasilnya tetap sama. Waktunya akan segera tiba. Semoga Indonesia akan menemukan titik akhir tujuan, menjadi negara yang damai, tentram dan maju....... Sebelum saya mulai membedah, saya suguhkan Rajah Siliwangi kepada Anda Lain ngusik ula mandina, lain ngahudang macan turu-na. Lain ngungkit nu kamari, lain ngungkab nu baheula. Rek ngaguar tutungkusan karuhun. Amit ampun nya paralun ka Gusti nu Maha Agung, Ka Nabi anu Linuhung, Muhammad anu di junjung, rahmat syafa’at ka suhun. Sim kuring neda papayung. Ka luhur neda papayung, papayung nu Maha Agung Ka handap neda pangraksa, pangraksa Maha Kawasa Kaler, Kulon, Kidul, Wetan Mugi diaping di jaring. Ti luhur ti Karuhun, ti Buyut ti Nini Aki nu nurunkeun kabudayaan degung, pantun, tembang, kawih ieu abdi sadayana seja ngaraksa mupusti Amit ka nu mangku lembur, kanu nyungsi dinu sepi, nu keur genah tumaninah Bisi ka usik keur calik, ka langkah kaliliwatan neda agung nya haksami Amit ngahudang wayangkeun. ======================== “Budak Angon” adalah sebuah istilah yang terdapat dalam “Uga Wangsit Siliwangi”. Dalam Uga tersebut disebutkan, bahwa “Budak Angon” adalah seorang tokoh yang diceritakan bisa menjadi tumpuan harapan atas kondisi suatu bangsa yang dari masa ke masa semakin kacau dan tidak karuan, terkait bobroknya mental para pejabat dan penguasanya. Sudah banyak sekali sumber yang mencoba membedah siapa sebenarnya “Budak Angon” itu, tentunya dengan versinya masing-masing. Dengan banyaknya sumber yang telah ada, maka saya pun menyarankan kepada Anda untuk menelaah semua sumber, dan tidak terpaku hanya kepada satu sumber saja, karena semuanya juga masih berupa prediksi, dan mempunyai banyak kemungkinan. Banyaknya kemungkinan itu dikarenakan dalam Uga-nya sendiri memakai bahasa perumpamaan yang memiliki arti yang multitafsir. Selain itu juga sangat tergantung kepada tingkat pengetahuan dan kemampuan seseorang penafsir dalam membaca setiap petunjuk-petunjuk yang ada, baik itu petunjuk dalam uga-nya sendiri, maupun dalam tataran realitasnya. Ciri “Budak Angon” yang dikemukakan dalam Uga tersebut yaitu ”Imahna di birit leuwi, pantona batu satangtung, kahieuman ku handeuleum, karimbunan ku hanjuang. Ari ngangona ? Lain kebo lain embe, lain meong lain banteng, tapi kalakay jeung tutunggul” ========================= “Rumahnya di pinggir kali, pintunya batu setinggi badan, tertutupi oleh “handeuleum”, terimbuni oleh “hanjuang”. Kalau menggembalanya? Bukan kerbau bukan kambing, bukan kucing lebih kepada kucing besar, bukan banteng, tapi daun kering dan “tutunggul”. Untuk membedah ciri-ciri dimaksud, saya tidak memulai dari ciri pertama, tapi saya loncat ke ciri kedua, untuk nanti didapat ciri seutuhnya dari “Budak Angon”. “pantona batu satangtung” Pada ciri kedua disebutkan “pantona batu satangtung” pintunya batu setinggi badan. Panto / Pintu; adalah bagian dari rumah yang gunanya untuk keluar dan masuk. Jika kita ingin mengetahui isi rumah, maka harus masuk melalui pintu. Begitupun ketika keluar. Jika diidentikkan dengan anggota tubuh seseorang, maka identik dengan mulut. Sementara salah satu fungsi mulut adalah untuk berbicara mengungkapkan isi hati. Batu; adalah benda yang berbentuk keras dan mempunyai alur/gurat yang tegas. Identik dengan ketangguhan, keteguhan, ketegasan. Setinggi badan; mengidentikkan sesuatu yang dapat diukur oleh semua orang. Jadi, perumpamaan/siloka dari “Pantona Batu Satangtung” menurut saya adalah apa yang keluar dari mulutnya melambangkan isi hati yang tegas dan teguh pendiriannya, serta apa yang diucapkannya terukur oleh semua orang. “kahieuman ku “”handeuleum”” Pada ciri ketiga disebutkan “kahieuman ku “”handeuleum”” tertutupi oleh “handeuleum”. Dalam bahasa Sunda, “handeuleum” adalah nama sebuah tumbuhann yang mempunyai daun berwarna merah, hampir sama dengan daun mengkudu. Suka dibuat pagar hidup di pekarangan, sebab dipercaya ada manfaatnya maunat. Pekarangan yang ditanami oleh “handeuleum” akan terlihat penuh misteri seram/angker, dan tanaman ini ditakuti oleh para pencuri, karena seperti ada “penunggunya”. Jadi menurut saya, siloka dari “kahieuman ku “”handeuleum”” adalah sosok “Budak Angon” tersebut penuh misteri dan berwibawa, ditakuti oleh para pihak yang akan mencuri. Mencuri apa? Tentunya mencuri kekayaan bangsanya. “karimbunan ku “”hanjuang”” Pada ciri keempat disebutkan “karimbunan ku “”hanjuang”” terimbuni oleh “hanjuang”. Sama halnya dengan “handeuleum”, “hanjuang” juga nama sebuah tumbuhan, berdaun lebar dan panjang. Daunnya ada yang berwarna hijau dan ada juga yang berwarna merah. Daun yang berwarna merah suka disebut “hanjuang siang”. Dalam istilah Sunda, “hanjuang” suka diidentikan dengan “berjuang/perjuangan”. Jadi menurut saya, siloka dari “karimbunan ku “”hanjuang”” adalah sosok “Budak Angon” jiwanya dipenuhi terimbuni gelora perjuangan, dan dalam tataran praktisnya, ia juga suka berjuang untuk mencapai berbagai misi. Untuk itu, setelah kita dapat makna tiga ciri dari “Budak Angon”, yang disilokakan dengan “pantona batu satangtung, kahieuman ku handeuleum, karimbunan ku hanjuang” pintunya batu setinggi badan, tertutupi oleh “handeuleum”, terimbuni oleh “hanjuang”, maka untuk bisa mendapatkan makna dari ciri pertama “imahna di birit leuwi” rumahnya di pinggir kali, jangan pernah menganggap “imah” / rumah tersebut secara tekstual, melainkan harus dilihat bahwa “imah” / rumah dimaksud adalah perumpamaan dari sosok raga si “Budak Angon” yang raganya merupakan rumah bagi jiwa yang tegas, teguh, berwibawa, ditakuti oleh semua yang berniat jahat, dan penuh gelora perjuangan. Maka setelah memahami bahwa “imah” / rumah tersebut adalah sosok raga si “budak angon” itu sendiri, lalu apa makna dari “birit leuwi” sisi kali?. Menurut saya, kali adalah tempat mengalirnya air, sementara air adalah sumber kehidupan, seperti yang tertuang dalam QS. Al-Anbiya ayat 30 “ 

Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup 
” Maka, hidup/keberadaan dari si “Budak Angon” ini dekat sekali dengan sumber kehidupan / kemakmuran, ini sebagai perlambang dia bukanlah seseorang yang susah, tapi ia merupakan orang yang makmur, karena hidupnya dekat/disisi sumber kemakmuran itu sendiri. Untuk ciri selanjutnya yaitu “Ari ngangona ? Lain kebo lain embe, lain meong lain banteng, tapi kalakay jeung tutunggul” “Kalau menggembalanya? Bukan kerbau bukan kambing, bukan kucing dimaksud lebih kepada kucing besar/macan/harimau, bukan banteng, tapi daun kering dan “tutunggul”. Ciri tersebut tidak akan saya buka pada kesempatan ini, mungkin di lain waktu. Ayeuna mah, siar ku dia eta budak angon! Jig, geura narindak! Tapi, ulah ngalieuk ka tukang! Sekarang “mah”, cari olehmu itu budak angon! Ayo, cepat bertindak!, Tapi, jangan menoleh ke belakang! Oleh Husnul Yakin Ali

budak angon menurut prabu siliwangi